Catatan


Ya, inilah diriku, seorang berkelamin laki-laki, yang Alloh ciptakan dengan sebaik-baik ciptaan. Berambut lurus, tidak hitam tidak juga merah, diantara proses warna dari hitam ke merah, bisa jadi juga langsung ke putih. Bukan untuk norak, melainkan itulah proses alamiah, tentang rambut aku. Tapi bukan rambut yang sekarang ini menjadikan diriku gundah gulana, bukan pula hidungku yang katanya mancung kedalam, meski demikian aku tetap bersyukur sebab bisa dipastikan kita kerepotan kalo hidung kita lubangnya ada diatas. Alhamdulillah, meski agak kedalam namun tetap imut, malah tambah imut. Subhanalloh.

Ada juga dirinya, dia adalah tempat berbagi, bercerita, bercakap-cakap, berbagi. Pokoknya dirinya dan diriku akrab, terimakasih ya alloh, engkau telah karuniakan sahabat seperti dirinya kepadaku.

Bukan pula dirinya yang menjadikan resah mengaduk-aduk hati ini. Namun, diriku agak sulit, bukan agak, tapi lebih cocoknya, dipusingkan oleh diriku sendiri, kenapa meski sudah menahan pandangan dari makhluk yang alloh ciptakan sedemikian cantik, tapi tetap saja ingin mencuri-curi pandang. Tadinya kalo bisa korupsi, tapi tidak pas untuk kasus demikian. Pencuri lebih cocok. Terus-terusan, coba bertahan, pusing juga. Apalagi kalau benar diperbolehkan iklan produk diwakili oleh makhluk tak berbusana, seperti di salahsatu negeri luar sana, dimana ya? Seingat diriku di jerman, ya itu cerita oleh-oleh dari seorang pembimbing yang kala itu bertugas disana. Kenapa perempuan, sebab kata para pakar penjual, sebentar!

Ini sedang mengingat-ingat pakar-pakar itu, tapi tidak juga terlintas wajah-wajah mereka di slide show otak kananku. Tapi

begini, kata mereka, untuk melakukan proses pemasaran suatu produk apapun itu, mau barang atau jasa, tingkat feed back para calon customer lebih tinggi. Artinya efektivitasnya lebih oke, jika pada masa penyiaran atau gambar dilekatkan dengan wanita, perempuan. Dari iklan mesin pompa air sampai iklan jasa penerbangan. Pokoknya ada women, your proposal are closing. Bener begitu? Bahasa inggrisnya benar?

Setidaknya hal itulah yang menjadikan diriku pusing. Meski telah juga melakukan shaum sunnah, namun tetap saja sulit membendungnya. Kawin dulu saja jika begitu, eh maaf. Nikah deh kalau begitu, tapi !?!! apa juga benar-benar jadi solusi. Ya alloh, engkaulah yang menguasai diri ini, yang menggenggam diri ini, yang membolak-balikan hati ini, kuatkanlah ya alloh, berikanlah yang terbaik sesuai versimu untuk dirimu, amin, ya rabbal ‘alamin.

Apapun itu, duhai para perempuan, diriku adalah pria normal, pastinya diriku tertarik dengan dirimu, please! Dirimu tahu kan yang diriku maksud. Jika tidak tahu biar diriku jelaskan makna please tadi, please bantulah diriku untuk tidak menghancurkan dirimu, sebab jika itu terjadi kita akan sama-sama hancur, naudzubillah. Please hormati dirimu, sebab insyaalloh dengan menghormati dirimu, yang lain juga akan lebih menghormati dirimu termasuk diriku. Please…apa lagi ya? Pokoknya teh, teteh musti kudu jadi muslimah sejatilah. Ya, eta wae.

Lalu dimana dirinya? Apakah dirinya juga pusing seperti diriku, sebab dirinya juga laki-laki, yang normal, dan pastinya tidak jauh berbeda kondisinya dengan diriku. Mudah-mudah lebih tangguh. Ya alloh kuatkanlah saudara-saudaraku untuk menjaga kesucian dan kehormatan dirinya. amin. Dirinyalah pula yang tiada bosan memberikan nasihat dan me-sentil diriku disaat waktu yang memang layak diriku

mendapatkannya, dirinya juga yang menganjurkan jurus jitu menundukan pandangan, shaum sunnah dan berbagai resep muktahir untuk bergelut dengan dirimu langsung ataupun tidak langsung.

Cukuplah diriku yang menjadi target dirimu, jangan yang lain juga. Dan cukuplah dirimu yang menjadi penggoda, jangan yang lain juga. Dan bukan berarti dirinya yang berada diposisi tengah, seolah menjadi wasit yang mengatur dan memimpin sebuah pertandingan. Perlombaan tahan-tahanan antara penggoda dan yang digoda. Semoga saja bukan hanya dirinya saja yang memberikan, nasihat-nasihat, jeweran dan sentilan, sehingga semakin banyak yang tersadar. Sadar sesadarnya sebagai manusia. memahami tuntutan, kewajiban dan menikmati dengan segala kesyukuran hak yang diperolehnya.