Point A


Bener – bener Dah!

Dirinya telah memberikan gambaran yang seolah tidak masuk logika, bahkan terkesan memaksakan. Tapi itulah yang terjadi. Begini katanya.

Awalnya dirinya menceritakan tentang setan, bahwasannya setan itu menggoda setiap manusia ada segala penjuru, dari bagian belakang, depan, kanan dan kiri manusia, kecuali bagian atas, sebab lewat bagian ataslah, cahaya hikmah merasuk kedalam setiap diri yang memang alloh berikan petunjuk kepadanya. dan setiap menusia mendapatkan pendamping setan, bisa jadi satu-satu atau satu berbanding sekian. Untuk hal ini dirinya tidak menjelaskan kepada diriku. Namun inti dari apa ya g disampaikan dirinya kepada diriku adalah bahwa manusia setiap saat, setiap waktu, dimana saja, selalu dibisikan oleh setan untuk melakukan tindakan maksiat, perilaku yang membuat alloh murka.

Dirinya melanjutkan, nah, yang luarbiasa adalah, setan sendiri geleng-geleng kepala, setelah manusia mengikuti anjuran yang dibisikannya, gw aja ga gitu-gitu amat, lo yang gw bisikin malah kelewatan, lebih kejam dari yang gw bisikin bahkan dari gw sendiri sebagai setan. Mengerikan! Begitu kata setan.

Sesaat setelah dirinya memberikan penuturan itu kepada diriku, sebetulnya masih belum klik apa yang menjadi pokok penuturannya kepaa diriku. Kemudian dirinya kembali mengulang apa yang telah disampaikannya kepada diriku. setan sendiri geleng-geleng kepala, setelah manusia mengikuti anjuran yang dibisikannya, gw aja ga gitu-gitu amat, lo yang gw bisikin malah kelewatan, lebih kejam dari yang gw bisikin bahkan dari gw sendiri sebagai setan. Mengerikan! Begitu kata setan.

Alhamdulillah, tidak sampai keempatkalinya dirinya menjelaskan penuturan kepada diriku, pokok dari yang disampaikan telah diriku dapatkan.

Lalu, diriku sejenak merenung, bener-bener deh, kacau juga. Tapi memang seperti itu, setan hanya membisikan, memberikan dorongan dan manusia itu sendiri yang memutuskan untuk melakukan hal mana yang harus dilakukan. Pilihan selalu ada, baik atau buruk, setan cenderung memperdaya yang buruk itu menjadi seolah baik dan yang baik itu seolah sangat tidak menyenangkan. Meski demikian keputusan puncak ada ditangan manusia itu sendiri.

Bertahan untuk tetap gress atau seken adalah pilihan diriku, dirimu, dan dirinya. Sebab itu adalah pilihan setiap individu sebagai manusia. sedangkan sudah menjadi sumpah setan itu sendiri bahwasannya akan selalu membisikan kedalam hati manusia. yang harus diingat adalah kita mempunyai banyak masukan pertimbangan dalam memutuskan pilihan yang berada didalam depan mata kita.

Pameran celana dalam

Kejadian yang seru, dan pernah menjadi tren, ya menjadi tren, menurut diriku. Sewaktu mendengar cerita dari dirinya yang mengisahkan teman dirinya yang memang senang mengendarai sepeda motor, bukan hobi melainkan tuntutan, agar dapat bergerak cepat, meski resiko tinggi kerap kali mengintip. Ya mengintip, tapi bukan juga, masalahnya diperlihatkan, secara sengaja, namanya juga pameran. Untuk dipajang dan diperlihatkan kepada khalayak ramai.

Teman dirinya bercerita kepada dirinya, kemudian dirinya menceritakan kepada diriku. Begini ceritanya. Hampir setiap hari, setiap lampu jalan raya yang mengatur lalulintas, menyala merah, semua kendaraan berhenti, baik sepeda, mobil ataupun motor, tapi lagi-lagi bukan masalah macam-macam kendaraan yang ada di jalan raya yang ingin dirinya beritahu kepada diriku. Teman dirinya mengatakan, seringkali melihat celana dalam yang dipakai oleh dirimu, sepertinya dengan sengaja dirimu memamerkannya, dengan warna-warna yang terang benderang, mencolok hampir setiap mata yang ada sebelah, kanan maupun kirinya, apalagi yang tepat dibelakang dirimu, pastinya terasa sangat panas, sebab selain melihat pameran celana dalam dirimu juga terkena asap motor yang mengepul pas mengenai muka orang yang ada dibelakang dirimu.

Ringan, seolah tidak perduli, dirimu pamerkan celana dalam dan bagian tubuh diantara pantat dan punggung dirimu. Meski belum ada laporan seberapa banyak kecelakaan yang terjadi disebabkan kelengahan para pengendara motor, mobil, sepeda, becak sebab terlalu khusyuk melihat pameran celana dalam. Saking dalamnya khalayan sehingga kelagepan akhirnya kecelakaan.

Bukan sekali atau dua kali, malahan sepertinya sudah menjadi sebuah kebiasaan kalau dirimu membuka pameran celana dalam sepanjang jalan yang dirimu lewati, pagi dan petang. Bahkan bisa jadi siang hari juga. Kalah jumlah dengan penjaja, penjual Koran. Mereka lebih sedikit ketimbang dirimu dan teman-teman dirimu melakukan pameran celana dalam itu. Bukan hanya warna yang gemerlap, ada juga yang bercorak penuh dengan bunga, semerbak, seolah meminta untuk dihirup wangi bunga itu, sayangnya itu corak celana dalam dirimu dan teman-temanmu, meski demikian imajinasi nakal selintas keluar juga, meski sudah di tahan dan dijerat, kenakalan itu muncul mesi hanya sekilas.

Bagaimana jika para polisi yang harusnya membantu mengatur kelancaran lalu lintas, sibuk dengan menghitung ada berapa kuntum bunga yang tergambar dalam kain celana dalam dirimu dan teman-temanmu. Kacau, dan pastinya dirimu juga kesal, sebab jalur bagian dirimu ada dilebihlamakan ketimbang jalur lain. Dan dirimu juga yang dirugikan.

Atau seorang anak yang baru bisa membaca, mengeja tulisan yang ada di karet celana dalam yang dirimu sengaja perlihatkan untuk dipertontonkan. Bisa jadi kosakata baru menambah dalam kamus anak yang sedang belajar membaca itu.

Begitu, penuturan dirinya kepada diriku, akan perihal yang disampaikan teman dirinya kepada diriku. Bahwa dirimu sangat suka memamerkan celana dalam. Pamaren celana dalam, rutin, setiap hari, pagi dan petang, di pertigaan maupun perempatan jalan, saat lampu lalu lintas berwarna merah. Bermacam-macam celana dalam, warna mencolok, berenda, bertuliskan huruf-huruf, dan bercorak gambar-gambar. Plus dengan bagian tubuh dirimu yang bebas lepas, tak tertutup apapun, bahkan sehelai benangpun.

Apa sebetulnya yang dirimu inginkan, sebab diriku sepertinya merasa tergantung atas pameran yang dirimu adakan sepanjang jalan, sebab pameran itu adalah pameran celana dalam. Tolong segera berhentikan pameran yang dirimu lakukan, katakan juga kepada teman-teman dirimu untuk menyegerakan menyelesaikan pertunjukan pameran celana dalam sepanjang jalan raya.

Terimakasih.

Itulah cerita dirinya kepada diriku tentang pameran celana dalam. Dirimu meminta untuk semakin intent memberikan nasihat, dalam bentuk apapaun kepada diriku, mudah-mudahan diriku tetap terjaga, sampai dirimu benar-benar memberhentikan pameran yang dirimu lakukan.


Siapa mau susu?

Susu, nikmat, membuat segar badan dan sebagai pemasok protein hewani yang tinggi. Siapa mau, pastinya hampir setiap orang mau, meski ada beberapa orang yang tidak menyukai susu.

Lain hal dengan susu yang dimaksud disini, teman dirinya yang memang suka berlalu-lalang di jalanan, kembali menceritakan tentang suatu hal yang sebetulnya tidak layak di konsusmsi bebas, apalagi anak-anak, meskipun susu. Sebab susu yang ini, lain.

Teman dirinya menceritakan kejadian tentang susu, kemudian dirinya mengelus dada dan beristighfar, dirinya juga agak tersendat disaat menyampaikan cerita dari teman dirinya itu kepada diriku. Karena tentang susu.
Lagi-lagi dirimu membuat ulah, entah apa sebetulnya yang dirimu inginkan, diriku sendiri semakin tidak mengerti apa yang sekiranya dirimu cari. Dengan melakukan ini itu, sensasikah?

Jika saja dirimu mengenakan pakaian itu di dalam rumah dan di kamar sendiri, silahkan saja. Tapi, kenapa musti menawar-nawarkan susu untuk dinikmati oleh siapa saja, dimana saja dan kapan saja.

Belum lagi teman dirimu yang juga ikut-ikutan menjajakan susu mereka masing-masing. dan hebatnya, berbagai tipe ada, ukurannya lengkap, modelnya pun bervariasi. Benar-benar semuanya tersedia. Dirimu dan teman-temanmu, tanpa beban apapun seenaknya mengobral susu dimana-mana.

Dirinya sedang mencoba untuk mempertahankan diri, terlihat dari wajah dan gerak-gerik tubuh. Mencoba untuk dapat mengendalikan pikiran agar tidak asyik membayangkan dari apa yang sedang dirinya sampaikan kepada diriku. Membayangkan macam-macam model dan tipe, bahkan ukurannya. Kembali dirinya beristighfar. Terdiam, gagap karena tersendat, menjadi hening.

Diriku sedikit sampai menemukan pokok pemaparan cerita dari dirinya.

Bagaimana kejadian itu bisa terjadi? Tanya diriku kepada dirinya. Bukannya dirimu mengenakan baju, kok bisa sampai menjajakan susu begitu.

Itulah kenapa. Dirinya memulai kembali menceritakan apa yang telah dirinya terima dari teman dirinya. Dirinya melanjutkan.

Meski dirimu mengenakan baju, namun pakaian yang dirimu kenakan benar-benar tipis, hampir transparan. Ditambah dirimu dengan sengaja memasangkan bra yang full color sangat kontras dengan baju yang dirimu pakai. Bagaimana tidak menjadi pemandangan seperti jajaran pegunungan yang menjulang. Apa sebetulnya maksud dirimu.

Seperti juga pameran celana dalam, selain dengan warna yang mencolok dan yang terpenting kontras dengan pakain luar sehingga, bentuk bra yang dirimu pakai terlihat jelas, bahkan bayangannya pun enggan mengikuti lekuk tonjolan dari bagian tubuh dirimu yang dipakaikan bra. Bercorak, dan sebagainya. Dirimu dan temanmu benar-benar telah membuat jajaran pegunungan yang berjajar-jajar.

Sengajakah dirimu dan teman-temanmu melakukan hal itu?

Terdiam kembali. Dirinya sedang mencoba untuk mempertahankan diri, terlihat dari wajah dan gerak-gerik tubuh. Mencoba untuk dapat mengendalikan pikiran agar tidak asyik membayangkan dari apa yang sedang dirinya sampaikan kepada diriku. Membayangkan macam-macam model dan tipe, bahkan ukurannya. Kembali dirinya beristighfar.

Ada juga teman dirimu yang sengaja memakai pakaian dengan ukuran lubang leher yang lebih besar, gombrong-gombrong dan pastinya dari memakai pakaian seperti itu, tampak jelas tanpa harus melihat dari luar bahkan langsung menuju pusat pabrik susu.

Apa yang dirimu dan teman-temanmu inginkan?

Hampir selintas diriku menggambarkan kondisi tersebut. Keadaan pabrik susu itu. Bagian-bagian dari setiap sudut, elemen-elemennya. Pokoknya hampir seluruhnya tergambar dalam imajinasi diriku. Cethukkkkk! Tangan dirinya telah mendarat dikepalaku. Seketika gambaran yang selintas-lintas itu buyar, tak karuan, hilang sudah. Astaghfirullohal ‘adzim.

Terimakasih kawan, dirimu telah menyadarkan dari lamunan pendakian di gunung antah berantah, di pabrik susu yang jelas-jelas keharamannya.

Ada temanmu juga yang sengaja malah mengenakan bra yang lebih kecil dari yang seharusnya. Pastinya dengan memakai yang lebih kecil, mencuatkan bagian dari dirimu yang ada di dadamu itu semakin menyembul. Terlihat jelas. Padahal sudah jelas-jelas, para dokter dan ahli kesehatan, terutama yang focus pada breast cancer mengatakan bahwa sebaiknya dalam memilih bra yang akan dipakai adalah lebih besar dari ukuran breast. Dengan alasan untuk memberikan kelonggaran dan pertimbangan lainnya agar korban breast cancer menurun.

Jika sudah demikian, dirimu dan teman-temanmu itu merugikan diri sendiri. Menawarkan kepada siapa saja secara free, dengan berbaju tipis atau sengaja gombrong-gombrong, memakai yang lebih sempit. Bukan hanya ancaman breast cancer namun juga tulang punggung yang semakin membuat dirimu bungkuk sebab tertarik secara terus – menerus oleh tali bra yang dirimu pake sepanjang hari, setiap jam, hanya mandi saja tidak dirimu kenakan. Cukup tahu saja, padahal sebaiknya saat tidur sebaiknya bra yang dirimu kenakan juga dilepas. Begitu anjuran para ahli.

Panjang lebar dirinya menceritakan, kejadian yang ada kepada diriku. Kejadian yang dituturkan teman dirinya kepada dirinya. Dan dirinya menyalurkan cerita itu kepada diriku.

Pada diriku, timbul pertanyaan. Kenapa dirimu dirimu menjajakan susu, dengan berpakaian seperti itu, menyembulkan dan mencuatkan bagian dari tubuhmu, padahal sebetulnya itu adalah perhiasanmu.


Boleh, jiplak kok!

Lain kesempatan dirinya tiba-tiba menyuruh diriku untuk menggambar sebuah lingkaran pada sebuah kertas. Dirinya menyuruh diriku siap dengan kelengkapannya, pensil, selembar kertas. Lalu diriku mulai menggambar lingkaran yang dirinya minta kepada diriku. Tidak sempurna memang, tapi dirinya langsung mengambil uang koin dari kantong celana, kemudian mengintruksikan untuk membuat lingkaran dengan menjiplaknya dari koin yang dirinya berikan kepada diriku. Jelas tampak berbeda hasilnya. Lebih sempurna.

Apa maksud dirinya melakukan itu, diriku belum mengerti.

Begini. Dirinya sepertinya ingin memberikan penjelasan, tapi, sepertinya lain. Diriku memperhatikan apa yang hendak dirinya sampaikan kepada diriku.

Dirinya berkata, lekukan-lekukan itu tampak jelas, sangat gamblang, bahkan tidak perlu keterangan. Astaghfirulloh.

Terdiam, diriku masih belum connect dengan apa yang sebenarnya sedang dikatakan oleh dirinya, apa yang sebetulkan ingin disampaikan dalam pembahasannya kali ini.

Namun, sebagai pendengar, maka diriku laksanakan tugas dengan sepenuh raga dan segenap jiwa. Mendengarkan secara seksama.

Lebih lama dirinya terdiam, entah apa yang sebetulnya terjadi. Perlahan diriku menanyakan apa gerangan yang sedang berlangsung. Pelan-pelan dia mengangkat kepada dari posis menunduk. Dirinya berkata, bahwa sedang mengendalikan diri atas gambar yang terpotret secara spontan, potret dirimu yang sedang mengenakan kerudung.

Tapi kenapa terasa begitu berat, bukannya senang akan perubahan yang terjadi, tapi kenapa? Diriku mempertanyakannya. Dirinya kemudian menjelaskan, bahwa dirimu memakai kerudung memang, tapi….
lekukan-lekukan itu tampak jelas, sangat gamblang, bahkan tidak perlu keterangan. Astaghfirulloh.

Diriku mulai connect meskipun belum terhubung sepenuhnya. Penjelasan berikutnya dirinya lanjutkan. Dirimu berkerudung, semua bagian tubuhmu tertutup benang yang terajut sempurna, kecuali muka dan telapak tangan. Menawan memang, namun tetap saja, dirimu menebarkan aroma yang mengarahkan dalam perihal yang tidak baik, bukan tergantung orang yang melihatnya, tapi sebab pemahamanmu tentang berkerudung yang mustinya dibetulkan.

Celana yang dirimu pakai, begitu ketat, sampai belahan pantat dirimu pun benar-benar jelas terlihat. Bahkan celana dalam yang dirimu kenakan juga tampak jelas. Bagian paha, sampai dengan betis. Apalagi bagian depannya.

Baju yang dirimu pakai, lengan panjang memang, namun tidak kalah ketat dengan celana yang dirimu kenakan. Bahkan lingkaran puser dirimu juga terlihat. Tertutup rapat memang, tidak ada jarak antara celana dengan baju yang mengakibatkan terlihatnya celana dalam dan sedikit bagian tubuh belakangmu.

Bra yang dirimu pakai juga tidak mau kalah menonjolkan diri, serta merta pasti memberikan lekukan yang pas, benar-benar pas sebesar apapun yang ada di bagian dada dirimu. Lalu kemana kerudungmu yang seharusnya menutupi bagian perhiasanmu ini, bukankah sudah dirimu pakai. Ya, dipakai, kerudungnya pun tidak kalah ketat, seperti pelindung bagian dalam para pembalap sebelum dipakaikan helm. Dengan ukuran yang pendek sehingga tidak ada setengahnya pun bagian dada milik dirimu tertutup.

Terjebak!

Terlintas diriku menggambarkan kondisi tersebut. Keadaan sepenuhnya dengan lekukan tiap bagiannya. Bagian-bagian dari setiap sudut, elemen-elemennya. Pokoknya hampir seluruhnya tergambar dalam imajinasi diriku. Cethukkkkk! Tangan dirinya telah mendarat dikepalaku. Seketika gambaran yang selintas-lintas itu buyar, tak karuan, hilang sudah. Astaghfirullohal ‘adzim.

Apa hubungannya dirinya menyuruhkku menggambar lingkaran, kemudian memberikan koin dengan intruksi yang sama, dihubungan dengan dirimu yang berpakaian ketat, bahkan super ketat. Meski tertutup rapat tapi bagaikan kulit yang melapisi daging yang membungkus tulang-tulang di badan dirimu.

Diriku tahu, paling tidak menurut diriku, sesuai pemahaman yang diriku dapatkan, bisa jadi dirimu sedang berusaha untuk merubah penampilan yang menuju perbaikan. Yang tadinya memperlihatkan secara terang-terangan celana dalam pada pameran sepanjang jalan dan bagian badan belakangmu. Yang tadinya menawarkan susu kemana-mana, mencoba untuk menutup semuanya. Belajar untuk menjadi lebih baik, namun sekiranya benar demikian, sebaiknya disegerakan untuk memahami yang kemudian mempraktikan bagaimana seharusnya memelihara diri.

Bisa jadi dirimu memang belum mengerti betul tatacara berbusana yang baik dan lebih punya prestice lebih ber-fashion, lebih menghargai diri sendiri yang pastinya secara otomatis lebih dihargai oleh orang lain. Termasuk diriku dan dirinya, teman-temanku dan teman-teman dirinya.

Bisa juga sebab lain, yang mudah-mudahan tidak terjangkiti dalam dirimu. Yaitu, hanya ikut-ikutan, mengikuti trend, follower yang benar-benar mem-beo, tidak mengerti dasar serta ilmunya. Untuk itu sebaiknya dirimu berserta teman-temanmu menentukan sikap, dan sebaiknya sikap untuk berusaha menjadi lebih baik dan lebih baik lagi.

Karenanya setelah yakin, memutuskan sikap dari beberapa pilihan itu. Seyogyanya tidak lagi terlihat jiplakan dari dirimu dengan sederet perhiasan dan accessories-nya.

Tunggu punya cucu

Saat sore, sewaktu dirinya berkendara motor, terlihatlah di jalanan seorang tua dengan seorang muda, tebakkan dirinya seorang tua itu adalah ibunya dan seorang muda ialah anak gadisnya. Sedikit berjalan perlahan di tepian jalan, ibu dan anak gadis terlihat jelas tidak dalam kondisi terburu-buru. Namun dirinya melihat sesuatu yang berbeda.

Inilah yang dirinya katakan kepada diriku. Ibu itu, dengan kulitnya yang sudah terlihat ikut menua sesuai usia yang terus bergulir berjalan. Baiknya adalah, ibu itu mulai belajar untuk menutup bagian tubuhnya yang mustinya memang tertutup, lucunya anak gadisnya dibiarkan begitu saja. Sekenanya memakai baju, yang penting tidak telanjang, rapi dan sopan.

Fenomena yang benar-benar menggelikan, menurut dirinya yang menuturkannya kepada diriku. Ditambah dengan gurauan, menunggu sampai punya cucu dulu baru berbalut kain menutup seluruh tubuh selain muka dan telapak tangan.

Diriku langsung mengerti apa yang dimaksud dirinya dalam penuturannya. Tersentak juga atas apa yang disampaikannya, terutama yang dianggap lucu itu, bahwa ibunya yang kian tua menutup rapat tubuhnya, namun membiarkan anak gadisnya menjadi hiasan sepanjang jalan. Apa itu bukan sesuatu yang lucu juga menurut dirimu, atau jangan-jangan dirimu juga berlaku sama. Berfikir menutup aurat yang semestinya dilakukan sebagai seorang muslimah, setelah akan memiliki cucu, atau ketika proses mengeriputnya kulit yang dulunya dirimu banggakan, yang sekarang ini dirimu pamerkan kepada siapa saja, kepada teman-temanmu, kepada diriku dan teman-temanku, kepada dirinya berserta teman-temanya. Kepada kumpulan kucing yang duduk bengong di atas kotak tempat sampah, kepada binatang yang berkeliaran tak karuan sepanjang jalan, kepada semuanya. Dan dirimu bangga atas itu semua. Lalu sebetulnya apa yang dirimu dan teman-temanmu cari.

Existensi-kah?

Pun jika masa itu sampai kepada dirimu, sebelum ajal menjemput dan menutup semua angan-angan akan berkerudung kelak saat tua tiba. Namun tak sampai disana, dirimu sudah tutup usia. Betapa meruginya.

Dirinya benar telah melihat suatu pemandangan yang lucu, dan diriku membenarkan itu. Mudah-mudahan dirimu tidak menertawakannya. Sebab jika itu terjadi maka, sebetulnya dirimu sedang menertawakan dirimu sendiri. Dan semakin lucu, sebab kebanyakan orang menyukai kelucuan yang timbul akibat diri sendiri. Senang menjadi bahan candaan, bahan kelucuan.

Kenapa musti menunggu sampai punya cucu jika memang sama juga, menutup aurat sejak dini. Sama pelaksanaan, beda waktunya, beda hasilnya, beda juga manfaatnya. Jangan dirimu gunakan perkataan, masa muda puas-puasin, sudah tua baru taubat. Astaghfirullah.